Oleh : Kopri Nurzen, Lc., MA.
Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2019 di New Zealand
Selama Ramadhan 1440 H. Masjid-Masjid di New Zealand dijaga oleh polisi dengan senjata laras panjang terutama ketika ukat islam menunaikan shalat Tarawih. Ini dilakukan sebagai bentuk dukungan pemerintah NZ kepada umat Islam pasca peristiwa penembakan di Crish Church beberapa waktu lalu. Agar umat islam merasa nyaman ketika menunaikan shalat.
Umat Islam di sini terdiri dari berbagai macam etnis dan negara asal, namun diikat dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang sangat kuat. Ada yang berasal dari Fiji, India, Pakistan, Bangladesh, Timur Tengah, Asia Tenggara, China, Eropa, Afrika dan sebagainya. Semua menyatu dalam shaf-shaf shalat taraweh dan shalat fardhu yang lima waktu. Ada juga dari suku Mauri, suku asli New Zealand seperti Sonny Bill Williams, pemain rugby dan petinju yang terkenal.
Menurut Pak Kadir, tiga puluh tahun lalu, masjid hanya ada satu di Auckland. Itulah masjid Jami’ Ponsonby yang tak jauh dari pusat kota Auckland. Adapun saat ini di sini tak kurang dari 36 masjid. Sebagian ada yang substitusi dari gereja yang dibeli oleh kaum muslimin. Sebagian lagi ad yang dibangun dari pondasi. Sebagian komunitas Indonesia saat ini juga sedang berupaya mewujudkan pembangunan masjid yang dinamai Usman bin Affan. Meskipun letak masjid-masjid tersebut berada bukan di pusat pemukiman muslim, tetap ramai dalam setiap shalat 5 waktu.
Sebagian masjid ada yang mengadakan iftar setiap hari. Masjid One Hunga yang terdapat di Church Street (Jl. Gereja) menyajikan ta’jil dan makan berat bagi para shaa-imin. Ada juga masjid Abu Bakar di kawasan Pakuranga yang juga menyajikan ta’jil dan makanan berat. Pada Sabtu (11/5) lalu donatur berbukanya adalah WNI dan WN Singapura yang menghidangkan rendang dan kari ayam untuk jamaah yang multi etnis. Ada juga masjid Umar bin Khattab yang sehari-hari hanya menyediakan hidangan ta’jil saja. Shalat taraweh rata-rata 20 rakaat plus 3 rakaat witir dengan bacaan lebih kurang 1 juz per malam.
Senin, 6 Mei 2019 saya mendarat di bandara Auckland – New Zealand sebagai Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2019. Keluar dari bandara sudah menunggu Bapak Bobby Prajitno, salah seorang ekspatriat Indonesia yang ditunjuk oleh HUMIA untuk menjemput saya. Kemudian saya diantar ke rumah Bapak Abdul Kadir yang merupakan salah satu tokoh Indonesia yang sudah menetap di New Zealand sejak tahun 70an. Dari Pak Kadir, saya banyak mendapat informasi tentang Auckland dan juga New Zealand secara umum.
Awal bulan Ramadhan di New Zealand tidak sama dengan Indonesia. Meskipun waktu New Zealand lebih cepat dibandingkan Indonesia, namun awal bulan puasa di Indonesia sesuai keputusan Menteri Agama lebih dulu dari New Zealand. Di Indonesia awal Ramadhan ditetapkan jatuh pada Senin (6/5/19). Sedangkan FIANZ, lembaga yang berwenang terkait fatwa keislaman di sini mengeluarkan edaran bahwa Senin (6/5) dalam penanggalan Hijriah masih 29 Sya’ban 1440. Cukup membanggakan, salah satu dewan pengamat hilal disini adalah WNI, yaitu Bapak Arief Syamsulaksana.
Ramadhan tahun ini di New Zealand memiliki keistimewaan karena waktu siangnya yang pendek dan malamnya panjang karena jatuh pada musim semi menuju dingin. Durasi puasa hanya antara 11 sampai 12 jam tiap hari. Pak Abdul Kadir bercerita, karena durasi siang di sini pendek ada muslim Amerika yang datang ke sini untuk menjalankan puasa Ramadan.